Friday, October 21, 2011

Dimanapun kreativitas selalu menjadi kunci untuk mendatangkan peluang usaha dan keuntungan ekonomis. Di tangan-tangan terampil dan ide kreatif 5 pemuda asal Bandung terbukti onderdil bekas disulap menjadi aneka miniatur motor yang bernilai seni dan ekonomis tinggi. Tidak ada yang menyangka sebelumnya barang-barang bekas yang teronggok itu bisa menghasilkan uang yang cukup lumayan. Itulah bukti kreativitas 5 pemuda Gang Ranim, Kelurahan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap Kota Bandung ini, barang yang dianggap sampah tersebut disulap menjadi miniatur motor yang memiliki nilai seni dan jual yang cukup tinggi.

Di bengkelnya yang berukuran 3 x 3 meter ini, setiap harinya Rey dan keempat temannya yang lain menghabiskan waktu untuk merakit miniatur motor Harley Davidson. Maklum saja, untuk merakit 1 unit miniatur motor Harley Davidson ini, pemuda asal Gang Ranim ini membutuhkan waktu paling cepat 1 minggu.
Onderdil dan barang bekas lainnya yang menjadi bahan baku utama, mereka dapatkan dari bengkel teman-teman mereka, yang mempunyai hobby menunggang motor-motor besar lawas. Setelah dipilah dan dipilih, onderdil bekas seperti busi, dahar dirakit menjadi mesin motor.


Namun sebelumnya terlebih dahulu, Rey dan temannya membuat rangka motor yang terbuat dari kawat. Untuk bagian tangki, biasanya Rey menggunakan bahan kayu atau seng.

Agar hasilnya lebih menarik dan terlihat sama seperti hasilnya, miniatur motor Harley Davidson rakitannya dicat dengan menggunakan cat mobil pilihan, sehingga hasilnya sangat memuaskan.
Selain mencontoh model dari majalah otomotif, kerapkali Rey menerima pesanan dari seorang bikers yang meminta dibuatkan miniatur tunggangannya. Hasil karya Rey Custom ini, saat ini sudah menyebar di beberapa kota besar di Indonesia dan banyak dikenal terutama di kalangan penunggang motor-motor besar.
Harga 1 unit miniatur motor yang terbuat dari onderdil dan barang bekas ini berkisar 300 hingga 500 ribu rupiah, tergantung tingkat kesulitan merakitnya. Selain motor Harley Davidson, Rey Custom saat ini terus mengembangkan keahliannya dengan mencoba untuk membuat miniatur segala jenis motor dan mobil.
Sementara itu, para pengepul barang bekas kertas, plastik, alumunium, dan besi rongsok di Sragen, kini mulai resah. Sebab, mereka khawatir tersaingi jika Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab yang bermodal kuat, ikut kiprah dalam usaha sejenis. Usaha jual-beli barang bekas dan rongsokan di Kabupaten Sragen omzetnya sekitar Rp 1 miliar per bulan. Para pengusaha berharap BUMD bisa memberi peluang usaha mereka dan bukan menjadi pesaing. Berikut petikan wawancara dengan Suparman, pengepul barang rongsokan.

BUMD ikut kiprah membeli barang bekas, bagaimana menurut Anda?
Saya gelisah kalau badan usaha milik pemerintah ikut terlibat dalam usaha pembelian barang bekas, seperti plastik dan kertas bekas. Sebab kemunculan usaha itu akan menjadi pesaing baru dan mengurangi omzet penjualan para pengepul barang bekas.
Bukankah dijelaskan itu salah satu upaya Pemkab menciptakan kebersihan kota?
Tujuannya memang baik, masyarakat diminta memilah sampah kertas dan plastik rumah tangga dan perkantoran untuk dibeli BUMD. Tetapi kalau itu sudah menjadi bentuk usaha, tetap akan menjadi pesaing bagi pengepul barang bekas di Sragen.
Apakah keberatan ada pesaing baru?
Kami heran, kenapa Pemkab kok begitu, ngurusi pembelian barang bekas seperti kertas dan plastik lewat RT dan RW. Kalau itu diterapkan, kami terancam karena BUMD kan bermodal kuat. Kalau mereka membeli barang bekas dengan harga tinggi, para pemulung atau tukang gresek sampah yang semula menjalin hubungan kerja sama dengan pengepul akan pindah memilih menjual ke BUMD. Itu mengancam keberadaan pengepul barang bekas yang memulai usaha sejak lama, sekitar 10 tahun silam.
Mekanisme pembelian barang bekas mestinya bagaimana?
Kami berharap BUMD menerima pasokan barang dari pengepul, bukan dari pemulung atau pemilik barang bekas di rumah tangga atau perkantoran. Jika BUMD menerima barang dari pemulung, rumah tangga, dan perkantoran, usaha itu jelas akan memukul usaha para pengepul.
Kabarnya pengepul menerima keuntungan lumayan jika membeli ke pemulung?
Kami ini tidak hanya menerima barang terus dibeli. Karena persaingan, pengepul sekarang sering memberi modal pemulung. Pagi hari pemulung datang ke pengepul untuk minta modal antara Rp 300.000-Rp 1 juta. Mereka kemudian muter untuk mencari atau membeli barang bekas keluar masuk kampung. Selanjutnya barang itu disetor ke pengepul dengan harga pasaran. Kalau pengepul menghargai barang dengan harga rendah, pemulung akan lari mencari pengepul lain. Jadi sekarang ini pun pengepul sudah kesulitan mendapatkan barang karena persaingan, tidak seperti tiga tahun silam. (fn/gu/sm)
Sumber: http://www.suaramedia.com

0 comments:

Post a Comment